Episode 02: Serum Racun Mandraksha (PART 04)

Rifle dan yang lainnya masih sibuk memasang kristal cahaya untuk menerangi area yang menjadi tujuan utama dari misi mereka. Sementara itu, Agni yang saat itu sedang menunggu Rifle dan yang lainnya selesai memasang kristal cahaya tampaknya sudah selesai mengatur ulang setting dari GPS Scanner miliknya. Agni kemudian menggunakan mode bracelet dari GPS scanner itu sehingga alat kini terpasang di lengan kiri Agni seperti sebuah jam tangan.

 

Saat Agni memeriksa ulang posisi dari makhluk yang menjadi target Rifle dkk, ekspresi wajah Agni terlihat begitu tegang.

“Apa.. ??!! tidak kusangka.. jadi…monster itu sudah sejak tadi mengintai kami ??!!”

Agni kemudian mencoba menengok ke arah luar melalui kaca depan mobil. Meskipun dari sudut pandangnya, Agni sama sekali tidak melihat apa-apa karena terlalu gelap. Namun, gesture tubuh Agni langsung terlihat seperti menggigil karena merasa ketakutan.

 

Agni kemudian merangkak dari kursi tempatnya duduk dan bergerak keluar dari mobil setinggi 2,5 meter tersebut melalui pintu depan bagian kiri kemudian menuruni tangga besi yang ada di dekat pintu dan akhirnya bersandar di sisi samping mobil. Agni menekan salah satu tombol pada GPS Scanner untuk mengaktifkan communication mode.

“Halo Rifle? Apa kamu bisa mendengarku?” tanya Agni kepada Rifle melalui GPS scannernya.

 

“Ya Agni, aku bisa mendengarmu.. ada apa?” jawab Rifle melalui loudspeaker .

 

“Apakah kau sudah menyelesaikan pemasangan semua kristal cahayanya?” tanya Agni.

 

“Apa kau melihat benda-benda di area sekitarmu dengan jelas?” Rifle malah balik bertanya kepada Agni.

 

“Sejauh ini, aku hanya melihat beberapa cahaya penerangan, walaupun aku sudah bisa melihat area di sekitar sini, namun semuanya masih terlalu redup bagiku. apakah masih banyak yang harus kalian pasang?” tanya Agni sambil sesekali melihat ke atas. Tidak banyak yang bisa dilihat di atas sana karena yang terlihat sejauh ini hanyalah bayangan remang-remang dari batang pohon-pohon raksasa  yang mengelilingi area itu.

 

“Sepertinya masih sekitar separuh lagi… mungkin Ray dan yang lainnya juga masih tersisa separuh lagi yang harus mereka pasang.

“memangnya ada apa Agni?” jawab Rifle.

 

“Aku hanya ingin bilang, Nagini sudah ada di tempat ini. Sepertinya dia sedang mengawasi kita,” jawab Agni.

 

“Apa? Jangan bilang kalau Nagini sudah mengawasi gerak-gerik kita sejak awal kedatangan kita di tempat ini?” dari nada suara Rifle terdengar dia sangat khawatir.

 

“Hm…. memang itu kenyataannya, Rifle,”

“Aku rasa kau sudah paham betul dengan karakteristik Nagini dalam memburu mangsanya, mengingat kau, Crimson dan Ray sudah pernah melakukan misi penangkaran monster yang hampir punah ini,” sahut Agni.

 

“Tapi waktu itu keadaannya sangat berbeda dengan saat ini… “

“Aku dan Fire sama sekali tidak pernah menangkap monster ini pada malam hari. Apalagi Nagini adalah type monster yang memiliki kemampuan terbaik dalam berburu mangsa di malam hari,”

“Apa kau bisa menentukan dimana letak pasti dari Nagini? Sebab sejauh yang aku lihat, aku tidak menemukan pergerakan aneh sedikitpun di atas pohon raksasa tempatku berada saat ini,” jawab Rifle.

 

“Aku bisa melihat dengan jelas dimana posisinya. Dia sejak tadi berada di atas pohon tempatmu berdiri. Tapi dia sekarang sudah berpindah tempat,”

“Dia sekarang berada di…. tu.. tunggu saat ini dia berada di dekat …!!” ekspresi wajah Agni terlihat panik saat memeriksa posisi Nagini di GPS scannernya sekali lagi.

 

 

“Fiuh.. akhirnya selesai juga yang ini.. hm.. tinggal sepuluh lagi maka bagianku akan selesai,” Crimson terlihat selesai memasang salah satu unit penerangan. Crimson mencoba meregangkan sendi-sendi di tubuhnya. Dia meliukkan badannya ke kiri dan ke kanan sebanyak tiga kali lalu menggelengkan kepalanya secara bergantian ke kanan dan ke kiri juga sebanyak tiga kali.

 

Begitu selesai meregangkan sendi-sendi tubuhnya, Crimson melihat daerah di sekelilingnya, dan saat itu dia bisa melihat dengan jelas beberapa cahaya penerangan sudah terpasang di beberapa tempat sehingga area tersebut sudah terlihat sedikit terang meskipun beberapa tempat masih gelap dan tidak terjamah oleh cahaya penerangan yang dipasang Ray dkk.

 

Perhatian Crimson tiba-tiba teralihkan ke cellphonenya yang saat itu tersimpan di tactical pocket miliknya. Dia kemudian mengambil cellphonenya dan mengangkat panggilan dari Rifle.

 

“Ada apa Rifle?”

Crimson mendengarkan dengan seksama apa yang sedang dibicarakan oleh Rifle melalui cellphonenya.

Terlihat Crimson memicingkan matanya sambil sesekali melirik ke arah kanan dan kiri.

 

“Ah.. aku bisa merasakan pergerakannya, Rifle,”

“Kau dan yang lainnya sebaiknya segera bersiap-siap untuk menjebak Nagini,”

Crimson menutup cellphone dan menyimpannya kembali ke dalam tactical pocketnya.

Terdengar suara mendesis panjang namun suara itu juga terdengar sangat pelan.

 

CrimsonTop of FormBottom of Form mendongak ke atas dan dia membelalakkan matanya. Berkat media cahaya yang ada di dekatnya, dia bisa melihat dengan jelas kepala Ular setinggi 4 meter dengan sorot matanya yang berwarna kuning menatap tajam ke arah Crimson. Ular raksasa dengan tanduk pada dahinya yang membentuk mirip seperti tiara emas itu, terlihat dengan jelas membuka mulutnya lebar-lebar dengan kedua taring beracunnya yang besar dan tajam siap menerkam tubuh Crimson.

 

“Sial..!! aku bisa merasakan pergerakannya, tapi aku tidak menyangka dia sudah sedekat ini!!!” keluh Crimson sambil berjalan mundur perlahan-lahan namun tetap memperhatikan pergerakan dari Nagini yang di saat yang sama terlihat sedang menarik kepalanya ke atas dengan mulut yang masih terbuka lebar.

 

“Extract… GUN SWORD, BARRETA!!!”

Crimson menggunakan Card Zip yang berasal dari tactical pocket sebelah kirinya yang khusus dipakainya sebagai tempat penyimpanan senjata dan mengubahnya menjadi sebuah Katana dengan mata pedang sepanjang 55 cm yang terbuat dari campuran metal adamantine dan serpihan Kristal Api dengan gagang pedang yang berbentuk menyerupai pistol type Barreta.

 

Bersamaan dengan Crimson yang baru saja mengubah Card Zipnya menjadi Gunsword. Nagini bergerak secepat kilat menerjang ke arah Crimson dan mencoba menerkamnya.

 

Suara dentuman yang sangat keras menggema begitu kuat sehingga memecah kesunyian di tempat itu.

 

Di sisi lain dari posisi Crimson yang saat itu sedang menjadi target Nagini. Ray, Rifle dan Aida berkumpul kembali di kendaraan roda enam tempat Agni berada.

 

Aida mendorong box kayu besar dari dalam mobil dan menyerahkannya kepada Ray dan Rifle yang saat itu berada di luar mobil, sementara itu Agni terlihat masih sibuk memperhatikan GPS Scannernya. Mereka memang mendengar suara dentuman itu dengan sangat jelas, namun mereka hanya menoleh sebentar ke arah sumber suara dan kembali melanjutkan persiapan mereka untuk menjebak Nagini.

 

Rifle dan Ray membuka penutup box kayu besar yang mereka gotong dari mobil. Saat penutup box itu dibuka, di dalam box kayu itu terdapat alat semacam tabung besar yang besarnya hampir sama dengan panjang box kayu itu. Ray dan Rifle kemudian mengangkat  tabung itu bersama-sama , membawanya keluar dari box dan meletakkannya dengan hati-hati di atas tanah.

 

“Kalian lebih baik pasang semua Paralyzing Trapt-nya terlebih dahulu. Biar aku mengatur konfigurasi dari Material Collector Tube ini,” ujar Agni kepada Rifle dan Ray sambil menunjuk ke arah tabung besar yang baru saja dikeluarkan dari box kayu tersebut.

 

“Menurut kalian bagaimana keadaan Crimson saat ini? Aku jadi khawatir dengannya sebab aku hanya mendengar satu dentuman saja,” tanya Aida pada Agni, Rifle dan Ray.

 

“Posisi Nagini tidak berubah dari tempat Crimson berada, apakah Crimson terjebak oleh ular itu?” jawab Agni kembali memperhatikan GPS Scannernya.

 

Rifle yang mendengar perkataan dari kedua gadis itu hanya bisa menghela nafasnya sambil berkecak pinggang dan berkata,

“Kalau begitu rencana kita sedikit berubah,”

“Ray, kau susul saja si Fire, biar aku dan Aida yang memasang semua Paralyzing Trapt-nya. Tapi kau harus ingat baik-baik dimana posisi yang sudah kita sepakati sebelumnya. Dan kau harus bisa memancing Nagini itu agar masuk ke dalam jangkauan Paralyzing Trapt kami,”.

 

Ray menganggukkan kepalanya setelah mendengar kata-kata Rifle. Ray kemudian membalikkan badannya dan berlari menyusul Crimson. Dalam perjalanannya menuju tempat Crimson tersebut, Ray mengeluarkan Card Zip miliknya.

 

“Extract… GUN SWORD, REVOLTIA!!!”

Card Zip yang berasal dari tactical pocket sebelah kirinya itu kemudian diubah menjadi sebuah Pedang Spatha dengan mata pedang sepanjang 55 cm yang terbuat dari campuran metal adamantine dan serpihan Kristal Es dengan gagang pedang yang berbentuk menyerupai pistol type Revolver. Namun senjata revolver milik Ray sedikit berbeda dari revolver biasa yang hanya berisi enam peluru. Karena bentuk laras senjatanya lebih mirip ke arah handgun semacam barreta dan mampu menampung banyak peluru walaupun kapasitasnya masih kalah 10% lebih sedikit dibandingkan barreta yang berisi 60 peluru itu.

 

“Dentuman satu kali… Itu bisa berarti Crimson berhasil menghindar dari terkaman pertama Nagini lalu berhasil membuatnya pingsan, atau bisa juga Crimson justru tidak sempat menghindar dan terjebak oleh ular itu,” pikiran Ray berkecamuk tentang berbagai kemungkinan yang mungkin saja menimpa Crimson.

 

Ray mempercepat laju larinya dan akhirnya tiba di posisi terakhir Crimson berada. Ray menghentikan gerakannya dan melihat area di sekelilingnya. Sepanjang pengamatan Ray, dia sama sekali tak bisa menemukan jejak Nagini maupun Crimson.

 

“Tidak ada siapa-siapa?? Apa Crimson dan ular itu sudah bergerak ke tempat lain??” Ray mengernyitkan dahinya sambil tetap melihat area di sekelilingnya.

 

Tiba-tiba mata Ray terbelalak lebar lalu dengan segera dia membalikkan badannya dan mengarahkan pandangannya ke pohon raksasa yang tadinya berada di belakang Ray.

 

Wajah Ray terlihat makin terkejut saat dia mendongakkan kepalanya ke atas.

“Jadi ini ya, penyebab kenapa perasaanku selalu merasa tidak nyaman sejak sampai di tempat ini?” gumam Ray.

 

Apa yang Ray lihat saat itu adalah sesosok makhluk berbadan panjang yang tengah membelit sesuatu dan tubuhnya melingkar di sekitar batang pohon raksasa yang dilihat Ray. Makhluk itu tengah membuka mulutnya lebar-lebar seperti sedang hendak memangsa mangsanya.

 

“Aaa… Crimson !?? Ga… gawat… dia terjebak oleh belitan tubuh Nagini !!” Ray jadi semakin terkejut saat mengetahui sesuatu yang sedang dibelit oleh Nagini itu ternyata adalah Crimson.

Berkat cahaya dari media penerangan yang ada di sekitar tempat itu. Ray mampu melihat dengan jelas bahwa Crimson terlihat kesulitan untuk bernafas akibat efek dari belitan ular raksasa itu.

 

Nagini semakin mempererat belitan tubuhnya sementara mulutnya terbuka lebar dan secara perlahan dia mendekatkan mulutnya kepada Crimson yang terlihat bernafas tersengal-sengal dan mulai kehilangan kesadaran karena efek belitan dari Nagini.

 

Terdengar suara letusan pistol sebanyak satu kali dari arah bawah yang membuat Nagini menghentikan usahanya untuk memangsa Crimson. Nagini mengalihkan perhatiannya ke arah Ray yang baru saja memancing Nagini dengan tembakan peringatan dari Gunsword milik Ray yang telah diubahnya menjadi pistol Revolver.

 

Kepala Nagini yang tadinya membuka lebar-lebar mulutnya untuk memangsa Crimson, kini kembali terkatup sambil sesekali menjulur-julurkan lidahnya sambil memperhatikan Ray. Meskipun Nagini terpancing perhatiannya oleh suara tembakan peingatan yang ditembakkan Ray, namun ular itu masih tetap membelit dan menahan Crimson. Ular itu kemudian menarik kepalanya ke atas seperti yang dia lakukan saat hendak memangsa Crimson.

 

Dalam hitungan beberapa detik saja, Nagini langsung bergerak hendak menerkam Ray.

Ray yang sudah siap akan kemungkinan tersebut, segera menarik pelatuk pistol revolvernya.

 

Kepala Nagini terdorong ke atas dan belitan tubuhnya menjadi longgar akibat tembakan peluru listrik yang berasal pistol revolver milik Ray. Nagini yang masih terkena efek kejut dari peluru listrik itu, dengan segera bergerak merambat hingga ke atas dahan pohon. Sementara itu, tubuh Crimson langsung meluncur ke bawah setelah terlepas dari belitan tubuh Nagini

 

Ray langsung melemparkan card ZIP ke tempat dimana Crimson akan mendarat.

 

“Extract…..  MAGIPACK ACTIVE….CUBE LANDING”

Bersamaan dengan Ray yang meneriakkan kode pembuka bagi Card ZIP tersebut. Card ZIP tersebut langsung berubah menjadi sebuah benda berbentuk kubus dengan volume 125 cm3 lalu sedetik kemudian langsung berubah menjadi sebuah Kubus Air.

 

Tubuh Crimson mendarat ke dalam kubus air yang mirip dengan jurus Liquid Cube Landing milik Reva tersebut. Setelah menerima tubuh Crimson tersebut, kubus air itu langsung terpecah secara perlahan menjadi butiran-butiran air.

 

Ray berlari mendekati Crimson yang saat itu telah tersadar dari pingsannya.

“Kau tidak apa-apa Che? Apa ada yang terluka?” tanya Ray kepada Crimson yang saat itu sedang duduk bersimpuh dan berusaha mengatur tempo pernafasannya.

 

Crimson melihat ke arah Ray dan menganggukkan kepalanya, namun saat dia hendak mengucapkan sesuatu, Crimson terlihat mengernyitkan keningnya dan langsung mengarahkan jari telunjuknya ke suatu tempat. Dalam selang waktu beberapa detik saja, Ray dan Crimson dengan segera bergerak menjauh dari tempat mereka berada saat itu.

 

Tepat di saat Crimson dan Ray mulai bergerak menjauh, Nagini muncul dari arah atas pohon tempat dia menyembunyikan diri tadi. Nagini itu langsung membuka mulut lebar-lebar dan menghantam tanah. Tanah pun bergetar keras akibat hantaman kepala Nagini sementara Ray dan Crimson secara bersamaan menghentikan gerakan mereka untuk melihat situasi.

 

“Oii.. Ray.. terima kasih ya sudah menyelamatkanku,” ujar Crimson sambil tersenyum kecil.

 

“Sama-sama Che… oh ya.. mana Gunsword-mu?” Ray melihat Crimson yang saat itu sama sekali tidak memegang senjata.

Crimson yang menyadari maksud perkataan Ray itu kemudian mengarahkan pandangannya ke area di sekitarnya. Mata Crimson langsung mengarah ke suatu tempat dimana saat itu dia seperti menangkap ada kilatan cahaya dari sebuah benda yang letaknya tidak jauh dari tempat Nagini mendarat.

 

“Duh, sial… gunswordku pasti terjatuh saat tertangkap oleh Nagini,” ujar Crimson sambil menerawang ke tempat dimana senjata tersebut berada.

 

“Kalau begitu kau ambil Gunswordmu, aku akan melindungimu Che,” sahut Ray sambil menyiapkan revolvernya dengan peluru-peluru listrik lainnya.

 

“Hehehe.. aku mohon bantuannya ya, Ray,” Crimson melirik ke arah Ray sambil mengacungkan jempolnya.

 

“Yosh!!!!” jawab Ray singkat dengan tampang yang sangat serius.

 

Nagini bangkit lagi dari posisinya menghantamkan tubuhnya ke tanah. Ray dan Crimson pun mulai berlari dan bergerak ke arah Nagini. Melihat kedua orang itu maju untuk melawannya, Nagini langsung berada posisi menyerang yaitu dengan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi sambil menegakkan tubuhnya.

 

Ray menembakkan peluru Listrik sebanyak tiga kali ke arah Nagini, yang mana semua tembakan itu bisa dihindari dengan mudah oleh Nagini.

 

Lagi-lagi Nagini menghantamkan kepalanya dengan kecepatan yang tak terduga sehingga Ray hampir saja terkena serangan HeadStroke milik Nagini jika saja Ray tidak segera melompat ke belakang sejauh 4 langkah.

 

“BASH POWER ACTIVE…. HIT EFFECT…LEVEL 10!!”

Ray mengubah Gunswordnya dari Gun Mode menjadi Sword Mode, dan dengan diaktifkannya Bash Power maka bilah pedang milik Ray berubah dari mata pedang yang tajam menjadi sebatang papan besar dan tebal seperti pemukul cricket. Ray segera berlari ke arah Nagini yang terlihat mulai bangkit dan menyiapkan tubuhnya dalam posisi menyerang sekali lagi.

 

Nagini terlihat mendesis panjang lalu diiringi suara lain seperti suara orang sedang berkumur, sementara itu Ray langsung melompat ke arah Nagini sambil mengayunkan pedangnya.

 

“HIGH LAND SLASH!!!!”

Ayunan pedang Ray menghantam kepala Nagini dan menutup moncong mulutnya yang hampir seperempat terbuka terbuka. Lagi-lagi Nagini harus menghantam tanah karena serangan pedang Ray.

 

Ray melompat ke belakang lagi sejauh empat langkah setelah berhasil menyelesaikan Highland Slashnya.

“Aku tahu kau akan mengeluarkan racunmu untuk membunuhku, tapi jangan buru-buru Nagini. Kau harus mengikuti aku dulu ke suatu tempat,” ujar Ray sambil menghunuskan pedangnya dan menegakkan kuda-kudanya yaitu dengan menekuk sedikit lutut kaki kirinya dan meletakkannya di depan sementara kaki kanannya berada di belakang dengan lutut sedikit diluruskan.

 

Rupanya serangan Ray tadi cukup membuat Nagini pusing, terbukti dari tertundanya waktu yang dibutuhkan Nagini untuk kembali bangkit lagi ke posisi menyerangnya.

Nagini melihat Ray dengan matanya yang tajam, dan saat itu dia menyadari kalau Crimson tidak ada bersama Ray.

 

Sementara itu Crimson yang tiba di tempat gunswordnya terjatuh, dengan segera mencabut gunswordnya yang tertancap di atas akar pohon raksasa. Setelah mencabut senjata itu dari akar, Crimson mengibaskan gunsword-nya ke kanan dan ke kiri sebanyak satu kali lalu menganggukkan kepala dan tersenyum kecil.

 

Crimson melompat dengan cekatan setelah menyadari ada sesuatu yang menyerangnya dari arah belakang. Crimson menancapkan gunswordnya ke batang pohon dan menginjaknya sebagai tumpuan sementara.

 

Dari apa yang dilihat Crimson rupanya ekor Nagini yang baru saja menyerangnya.

Crimson mencabut gunswordnya kemudian melompat tinggi hingga mencapai dahan terdekat dan berdiri di atas dahan pohon raksasa itu.

 

Terdengar suara berisik dari arah kejauhan dan semakin lama terdengar semakin keras, sementara itu, Crimson melihat ekor ular itu mulai bergerak menjauh.

 

Rupanya suara berisik itu berasal dari Nagini yang bergerak secara zig-zag ke kanan dan ke kiri mengikuti dan menyerang Ray yang terus melakukan lompatan-lompatan pendek dan mendarat dengan posisi pendaratan yang zig-zag.

 

Ray berlari dengan kecepatan penuh sementara Nagini mendesis panjang dan mengeluarkan suara mirip orang sedang berkumur, mulutnya seperempat terbuka dan Nagini langsung menundukkan kepalanya.

 

Tepat sesaat sebelum terkena semprotan racun milik Nagini, Ray berhasil melompat tinggi menjauhi posisinya dari Nagini. Saat itu terlihat jelas bekas semprotan racun Nagini yang mengenai semak belukar yang rimbun itu dengan segera membuat semak belukar yang rimbun itu langsung layu dan daun-daunnya menghitam serta diiringi asap tebal yang mengepul dari semak-semak tersebut.


Ray melakukan lompatan pendek beberapa kali dengan menggunakan batang pohon sebagai pijakan sementaranya hingga akhirnya Ray berhasil tiba di dahan yang sama tempat Crimson mengamati pertempuran Ray dan Nagini.

 

“Hehehe.. sampai juga kau di tempat ini,” ujar Crimson melihat Ray yang sedang mengatur pola pernafasannya.

 

“Setelah ini kita pancing ke tempat Rifle memasang Paralyzing Trapt-nya. Dan setelah itu kita bisa mendapatkan racunnya,” jawab Ray.

 

“Kalau tidak salah rencananya Rifle memasang paralyzing trapt-nya sekitar 15 meter dari titik pusat perimeter ya?” tanya Crimson pada Ray., sementara Ray menganggukkan kepalanya membenarkan perkataan Crimson.

 

“heheh… misi semacam ini memang cukup sulit ya, Ray. Banyak hal yang harus dipikirkan dengan matang. Jauh lebih mudah mengerjakan misi perburuan dan membunuh monster dibandingkan misi bertipe penangkaran semacam ini,” Crimson terlihat santai sekali menghadapi situasi saat ini, terbukti dia masih sempat duduk santai di atas dahan pohon sambil memperhatikan Nagini yang saat itu juga sedang memandangi Ray dan Crimson.

 

Ray dan Crimson kemudian mengubah gunswordnya dari Sword Mode ke Gun Mode.

 

Nagini bergerak mengitari batang pohon tempat Ray dan Crimson dengan perlahan, lalu saat mendekati pohon yang berada tepat di sebelah pohon tempat Ray dan Crimson berada, Nagini dengan kecepatan penuh langsung merayap menaiki batang pohon kemudian setelah mencapai ketinggian yang sama dengan dahan pohon tempat Ray dan Crimson berada, dia langsung melompat dan menyerang Ray serta Crimson dengan mulutnya yang menganga lebar.

 

Ray dan Crimson menembakkan peluru listrik sebanyak dua kali secara bersamaan ke seraya melompat menjatuhkan diri dari pohon tempat mereka berada tadi. Nagini tidak tinggal diam, setelah berhasil menghindari tembakan dari Ray dan Crimson, dia langsung menyusul dan mencoba menerkam mereka.

 

Saat Nagini hampir mendekati mereka dan mereka sudah masuk dalam jangkauan terkaman Nagini, mereka justru melakukan gerakan salto ke depan untuk melontarkan diri mereka dan mendarat di atas kepala Nagini.

Nagini terlihat semakin murka mengetahui Ray dan Crimson berada di atas kepalanya.

 

Ray dan Crimson secara bersamaan mengaktifkan gunsword mereka kembali menjadi bentuk pedang dan menggunakan Bash Power Mode dan langsung menghantamkan gunsword mereka ke kepala Nagini sehingga kepalanya jatuh tersungkur di atas permukaan tanah.

 

Ray dan Crimson melompat mundur sekitar 5 meter dari kepala Nagini. Crimson mengacungkan ibu jari tangan kanannya kepada Ray, sementara Ray hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

 

Nagini itu kembali bangkit dan memasang posisi siap menyerangnya lagi.

 

“Hoho.. ternyata Nagini yang satu ini memang tahan banting ya?”

“Sudah beberapa kali dijatuhkan, tapi dia cepat sekali bangkit siap menyerang lagi,” ujar Crimson sambil tersenyum lebar.

 

“Terserah apa katamu Che, yang penting kita cepat selesaikan misi ini,” sahut Ray.

 

“Kalau begitu kau hubungi Rifle, kalau kita sedang dalam perjalanan,” Crimson mulai berjalan mundur perlahan-lahan, begitu juga dengan Ray.

 

Crimson dan Ray segera membalikkan badan mereka dan berlari secepat kilat menjauhi Nagini. Sementara di pihak Nagini sendiri, dia langsung mengejar Ray dan Crimson sambil terus mendesis panjang yang diiringi suara mirip orang sedang berkumur.

 

 

Rifle terlihat sedang duduk jongkok sambil memegang lempengan metal berbentuk bundar setebal 5 cm dengan diameter sekitar 30 cm. Setelah mengaktifkan salah satu tombol pada lempengen itu kemudian dia meletakkan lempengan tersebut di atas permukaan tanah. Lempengan tersebut secara otomatis berkamuflase merubah penampilannya menjadi mirip dengan tekstur tanah di sekitarnya, satu-satunya petunjuk bahwa lempengan Paralyzing Trapt tersebut berada di tempat itu, hanyalah lampu LED kecil berbentuk persegi seluas 9 cm2. Setelah menyelesaikan pemasangan Paralyzing Trapt tersebut, Rifle berdiri dari tempatnya duduk dan melihat ke arah Aida yang saat itu juga sudah meyelesaikan pemasangan Paralyzing Trapt-nya.

 

“Aida, apa itu paralyzing trapt yang terakhir?” tanya Rifle pada Aida.

 

“Ya, ini lempengan ini yang terakhir. Apa kau juga sudah menyelesaikan pemasangan Trap nya yang terakhir?” Aida bertanya balik pada Rifle.

 

“Tentu saja. Sekarang kita tinggal menunggu kontak dari Ray dan Crimson saja.” jawab Rifle sembari mengeluarkan cellphonenya.

 

Tidak lama setelah Rifle mengeluarkan cellphonenya dari tactical pocket miliknya, tiba-tiba cellphonenya berbunyi dan Rifle segera menerima panggilan tersebut.

“Ya..?“

 

“………………………”

 

“Baiklah aku mengerti Ray….” Rifle kemudian langsung menutup cellphonenya setelah menjawab panggilan dari Ray.

 

“Aida, kita harus bersiap-siap, karena sebentar lagi Ray dan Crimson akan datang bersama target misi kita,” ujar Rifle kepada Aida sementara Aida menganggukkan kepalanya.

 

Aida dan Rifle kemudian berjalan menuju salah satu akar pohon raksasa terdekat dan bersembunyi di balik akar tersebut.

 

Dari jauh terdengar suara dentuman yang semakin lama semakin terasa dekat dan semakin terdengar keras. Rifle dan Aida yang sejak tadi mengintai dari balik akar pohon raksasa, akhirnya dapat melihat Ray dan Crimson yang tengah berlari dengan kecepatan tinggi menuju ke arah Rifle dan Aida, sementara tepat di belakang Ray dan Crimson terdapat Nagini yang terus mengejar Ray dan Crimson.

 

Ray dan Crimson berlari dan terus berlari tanpa sedikitpun menyempatkan diri untuk menoleh ke arah belakang. Dari ekspresi wajah mereka yang penuh dengan air keringat, terlihat jelas mereka tampak panik sekaligus kelelahan. Ray dan Crimson terus berlari untuk memperbesar jarak mereka dengan Nagini yang mengejar mereka. Beberapa saat kemudian Ray dan Crimson akhirnya berhasil melewati tempat  Rifle dan Aida bersembunyi.

Melihat Ray dan Crimson berhasil melewati mereka, dengan segera Rifle dan Aida menekan tombol dari remote yang mereka pegang dan dalam waktu singkat paralyzing Trapt yang telah mereka pasang sebelumnya langsung bersinar terang dan mengeluarkan listrik statis dalam jumlah besar. Listrik statis itu membentuk jalinan semacam serabut-serabut jaring yang mengurung dan membungkus seluruh permukaan tubuh Nagini.

 

Akibat seluruh paralyzing trapt yang menyala secara bersamaan itu, pergerakan Nagini langsung terhenti dimana saat itu Nagini berada dalam posisi siap menyerang dan mulutnya terbuka lebar namun Nagini sendiri terlihat kehilangan kesadarannya.

 

“Fiuhhh… berhasil….” Crimson mengelap peluh keringat dari dahinya kemudian mebelai rambut merahnya dengan tangan kanannya.

 

“hmpphhh.. yeah….!!!” sahut Ray yang terlihat berdiri agak membungkuk sementara kedua tangannya bertumpu pada kedua lututnya.

 

Ray dan Crimson melihat ke arah Nagini yang saat itu dalam keadaan mematung dan sama sekali tidak terlihat adanya pergerakan sedikit pun.

 

Agni yang sejak tadi berada di dekat mobil beroda enam itu kemudian berjalan ke arah Ray dkk sembari mendorong Material Collector Tube yang berada pada mode mobile.

 

“Kerja bagus teman-teman, sekarang kita harus segera mengambil racun Nagini untuk bahan serum para korban Mandraksha,” ujar Agni yang terlihat berjalan menghampiri Crimson.

Categories: Main Mission | Tag: , , , , | 3 Komentar

Navigasi pos

3 thoughts on “Episode 02: Serum Racun Mandraksha (PART 04)

  1. Eli

    sori jangan nyepam dong, pake ngepost di semua grup fb. annoying tau? makin merendahkan cerita yg lu buat dan menjadikan lu joke semata. sucks!

  2. chinster

    sux abis, tiru2 harrypotter nih payah

  3. Elrand

    aduh mas, cerita apa pula ini. logikanya ke mana? dunia dan nama-nama tokohnya amburadul! ini maunya anime2an tapi ngaco bukan main. yang paling parah: KENAPA NYEPAM. apa hubungannya dgn gamedev? tolong ya hal macam ini di-share-nya ke yang berhubungan lah. Bukan ke FBnya gamedevid. apa segitu nggak lakunya cerita ini sampai harus nyepam seperti itu? kasihan sekali. maaf, tapi ceritanya jelek, konsepnya apalagi.

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.