Daily Archives: Februari 2, 2012

 
 

Episode 01: Gadis dari Akademi Javaka (PART 02)

“Okay, kita mulai saja hukuman kedua kalian,” Ibu Reva mulai menggunakan cell phone yang sejak tadi dia pegang dengan tangan kanannya dan memanggil beberapa orang. Tampaknya yang dihubungi oleh Ibu Reva, masih ada di suatu tempat di sekitar gedung grade S.

 

“Gedung Utara laporkan persiapan kalian!”.

 

“………….”

 

“Bagus…”

 

“lalu gedung Selatan bagaimana?”.

 

“……………”

 

“Bagus… “

 

“Gedung Timur?”.

 

“…………….”

 

“Bagus,”.

 

“Okay, Gedung barat…? Gedung barat, bagaimana persiapan kalian?”.

 

Ibu Reva beberapa kali memanggil seseorang yang berada di gedung barat yang tampaknya tidak merespon panggilan Ibu Reva.

 

Sementara itu beberapa menit sebelumnya, di atap gedung barat, ada empat orang sedang berada di tempat itu. Dari keempat orang murid itu terlihat jelas bahwa ada tiga orang wanita dan satu orang pria yang masing-masing memegang sebuah senapan mesin dengan tambahan tabung silinder berisi peluru-peluru cat berdiameter sekitar 5 cm yang terpasang di bagian atas senapan mesin tersebut.

 

“Hehehehe, aku jadi tak sabar lagi untuk melaksanakan hukuman untuk si Rambut merah itu,” Seorang pria berusia 19 tahunan, tinggi badan sekitar 170 cm dan memiliki rambut jabrik berwarna oranye itu terkekeh-kekeh sambil melihat ke bawah dimana saat itu Ibu Reva sedang berbicara dengan Crimson dan Ray.

 

“Hueeeee… Crimsey sayang… tega sekali Ibu Reva menghukum dirimu di tengah teriknya matahari ini…” keluh ketiga murid yang ada di dekat lelaki bernama RIFLE TRIGGER itu.

 

“Apa-apaan sih kalian? Si Rambut merah itu pantas mendapatkan hukuman setimpal seperti itu, salah sendiri, kenapa dia nggak melaksanakan mandat yang sudah diberikan Ibu Reva kepadanya,” hardik Rifle.

 

“Eee… diam kamu monyet orange…!!! dari dulu kerjaanmu selalu iri sama Crimson. Kamu senang ya ngeliat idola kami harus bermandi peluh seperti itu??!!” sahut salah satu dari ketiga murid wanita itu.

 

“HAHAHA.. tentu saja.. AKU PUAS!! Bisa melihat Crimson dihukum seperti itu!!! Idola apaan kalo sikapnya gak patut ditiru kayak gitu. Semoga Ibu Reva masih punya amunisi hukuman lagi buat Crimson biar si rambut merah itu kapok,” tukas Rifle kemudian dia tertawa lebar-lebar.

“UUGGHH… DASAR MONYET ORANGE!!!!” ketiga wanita itu kompak mengejek Rifle sambil menembakkan peluru-peluru paint ball dari senapan mereka.

 

“HEEYY.. SUDAH CUKUP.. BERHENTI !!!! JANGAN TEMBAKI AKU… ARRGGHHHH SERAGAMKU KOTOR WHOEEYYY!!!!!!” Rifle merasa sangat marah karena ulah para penggemar Crimson itu. Saat dia sedang penuh emosi seperti itu, aura-aura berwarna kuning dan oranye meluap dan muncul dari dalam tubuhnya sementara wajahnya jadi super jelek seperti wajah seekor monyet.

 

Rifle hendak menembaki ketiga siswi itu dengan paint ball dari senapannya, tiba-tiba terdengar suara panggilan dari cell phone nya yang sedang dalam mode walkie talkie.

 

“Okay, Gedung barat…? Gedung barat, bagaimana persiapan kalian?”.

 

Rifle membatalkan niatnya menembaki ketiga wanita itu dan segera membuka cellphonenya,

“Ah.. di sini unit gedung barat.. I.. Ibu Reva..”.

 

Saat sedang menjawab panggilan dari Ibu Reva, Rifle lagi-lagi dihujani tembakan paint ball dari ketiga wanita itu.

 

“ARRGGHH….. SIALLL… AKU BILANG CUKUP!!!” Rifle berteriak keras sekali kepada ketiga murid wanita itu, begitu kerasnya teriakan itu sampai-sampai Ibu Reva terkejut.

“Apa maksudmu dengan cukup?” tanya Ibu Reva kepada Rifle.

 

“Oh..Ma.. maaf bu, yang saya maksud tadi bukan Ibu.. tapi ketiga cewek pengganggu yang ada di sebelah saya,”

“Kami juga sudah siap bu, tinggal menunggu komando dari Ibu,” jawab Rifle dengan gugup.

 

“Bagus, tunggu sinyal dariku dan segera tembaki mereka berdua,” Ibu Reva langsung menutup sambungan radionya.

 

Rifle melihat seragamnya yang belepotan dengan cat, lalu ia memicingkan mata ke arah ketiga murid wanita itu, sedangkan ketiga wanita itu membalas pandangan Rifle dengan menjulurkan lidah mereka sebagai tanda ejekan mereka kepada Rifle.

 

Kembali ke pihak Ray dan Crimson. Saat itu Ibu Reva terlihat mengeluarkan sebuah kartu dimana pada salah satu sisi kartu tersebut bertuliskan Card ZIP, kartu tersebut dikeluarkan dari Tactical Pocket miliknya yang terpasang di bagian samping sabuknya.

 

“EXTRACT… Black Whistle,”

dalam sekejap card ZIP yang ada di telapak tangan kanan Ibu Reva mengeluarkan semacam kristal-kristal partikel yang akhirnya membentuk sebuah peluit berwarna hitam yang kini berada di telapak tangan kiri Ibu Reva.

 

“Nah, kalian sebaiknya bersiap-siap ya?”

“Aku sudah menempatkan empat Sniper yang ada di tiap atap gedung sekolah ini. Yang harus kalian lakukan adalah, kalian harus berusaha menghindari peluru-peluru paint ball yang akan ditembakkan oleh para Sniper itu,”

“Apapun caranya, selama 6 menit ke depan, kalian harus menjaga agar seragam kalian tidak kotor terkena tembakan paint ball dari mereka. Jangan lupa kalian harus bergerak sambil tetap membawa ember air itu, tentu saja itu artinya kalian tidak boleh menumpahkan air di ember itu  lebih dari separuh ember,” ujar Ibu Reva.

 

Mendengar penjelasan dari Ibu Reva, Ray dan Crimson hanya bisa menghela nafas.

 

“Waduh, hukumannya memang expert sekali ini, aku nggak yakin bisa melewati hukuman ini dengan selamat,” sahut Ray dengan wajah depresi.

 

“Santai saja RAY!! Anggap ini bagian dari latihan…maka semua akan beres,” Crimson mencoba menenangkan Ray dengan semangat positifnya.

 

“Tapi tetap saja.. ini berlebihan…” kepala Ray tertunduk lesu menampakkan bahwa dirinya  makin merasa depresi setelah mendengar ucapan Crimson.

 

“Makanya, jangan coba-coba melanggar amanah. Lain kali, kalau kalian berbuat seperti ini lagi maka aku yakinkan, hukuman kalian bakal lebih berat dari ini,” Ibu Reva memotong pembicaraan Ray dan Crimson kemudian dia berbalik arah berjalan menuju koridor.

Sesampainya di pilar koridor tempat Ibu Reva muncul tadi. Dia langsung meniup peluitnya keras-keras sambil menyandarkan tubuhnya di pilar tersebut.

 

Ray dan Crimson melihat ke arah Ibu Reva dengan pandangan bingung.

Tiba-tiba, terdengar suara desing peluru, dan saat Ray mulai menyadarinya ternyata peluru paint ball itu sudah mulai berdatangan dan mulai menghujani mereka berdua.

 

“UWAAA…… “ Ray dan Crimson berteriak keras dan dengan sigap segera bergerak secepat mungkin mencoba menghindari peluru-peluru yang menghujani mereka.



Pada detik detik awal, baik Ray dan Crimson masih dengan mudah menghindari peluru-peluru yang menghujani mereka karena jumlah tembakannya masih satu-dua tembakan dan dilakukan secara bergantian dari tiap sisi gedung. Bahkan Crimson dengan santainya menghindari tembakan-tembakan itu dengan lompatan ala balerina.

 

Ray sebenarnya ingin tertawa melihat tingkah konyol Crimson, tapi dia terpaksa menahannya agar tidak kehilangan konsentrasi dalam menebak arah peluru yang datang.

 

Menginjak menit ketiga, intensitas jumlah tembakan makin tinggi, kali ini dua sisi dari tiap gedung saling menembak dalam waktu yang bersamaan. Urutan arah tembakannya pun sudah mulai susah ditebak jika dibandingkan pada detik-detik awal dimana sniper yang ada di gedung melakukan tembakannya mengikuti urutan 2 kali searah jarum jam dan sekali berlawanan arah jarum jam. Pada menit ketiga dan seterusnya ini, para sniper itu tidak lagi menggunakan arah jarum jam, melainkan secara random antara kombinasi gedung utara-barat, selatan-timur, timur-barat, utara-selatan, utara-timur, selatan-barat. Pada saat itu, baik Ray dan Crimson mulai terlihat serius menghindari peluru-peluru itu. Tidak ada lagi gerak menghindar yang konyol seperti yang dilakukan Crimson tadi. Bagaimanapun juga, mereka berdua masih belum terlihat panik dan air yang ada pada kedua ember yang mereka bawa masih belum terlihat jatuh ke tanah.

 

Ibu Reva melihat stopwatch yang aktif pada cell phone nya. Ternyata waktu hampir menunjukkan pada menit ke 4 dan detik ke 45. Ibu reva langsung mengirimkan pesan singkat kepada setiap sniper yang ada di atap gedung. Dan pesan itu berisi 4 kata yaitu, “all out 4 sisi”.

 

Dan tepat pada menit kelima, setiap sniper yang ada di setiap gedung segera menembaki Ray dan Crimson dalam waktu yang hampir bersamaan. Ray dan Crimson menjadi panik dan terlihat air dari ember mereka mulai meluber jatuh ke tanah karena gerakan mereka berdua yang mulai tidak beraturan, bahkan beberapa kali mereka berdua hampir bertabrakan saat berusaha menghindari peluru-peluru yang menghujani mereka dalam jumlah yang sangat banyak.

 

Detik demi detik berlalu dan pada 5 detik terakhir Crimson yang sangat kelelahan menggunakan cara terakhirnya untuk menghindari beberapa peluru yang hampir mengenai dirinya. Crimson dengan secepat kilat menarik pergelangan tangan Ray yang saat itu sedang mencoba menghindari peluru paint ball sambil menjaga jumlah air dalam embernya. Begitu berhasil menarik tangan Ray, Crimson langsung memasang Ray sebagai tameng hidupnya dan 5 peluru paint ball pun sukses mengenai dahi Ray sehingga wajah Ray dipenuhi oleh cat sementara Crimson tetap aman dan bersih dari serbuan peluru paintball itu.

 

Dari kejauhan terdengar bunyi peluit yang ditiup oleh Ibu Reva pertanda hukuman tahap dua ini sudah berakhir. Para sniper itu pun segera mengentikan tembakan mereka.

Ibu Reva berjalan kembali mendekati Ray dan Crimson. Pada saat itu Crimson berdiri tegak dengan gagahnya sambil memamerkan seragamnya yang bersih dari paint ball. Sementara itu Ray terlihat tertunduk kelelahan dan keringatnya jatuh bercucuran membasahi tanah tempatnya berdiri sambil menundukkan kepalanya.

 

“Kau tidak apa-apa Ray?” tanya Ibu Reva kepada Ray yang bernafas terengah-engah.

 

“Hufft.. capek sekali bu… hukuman ini benar-benar mengerikan,” Ray menegakkan wajahnya dan menatap Ibu Reva sambil tetap bernafas terengah-engah.

“Uhuk… hmphh… ya sudah kalau begitu,” Ibu Reva berpura-pura batuk sambil menutup mulutnya, namun ekspresi matanya bisa terlihat kalau dia sebenarnya hendak menertawakan wajah Ray yang dipenuhi oleh cat tersebut.

 

“Sebagai murid Akademi Terrestria, kedisiplinan adalah hal yang paling utama.. jadi kalau kalian berbuat sembarangan lagi, aku pastikan hukumannya akan lebih tinggi lagi levelnya daripada yang barusan ini,” Ibu Reva kembali ke wajah dingin penuh kharismanya.

 

“Kalian cuci muka sana, wajah kalian terlalu banyak berkeringat,”

“Terutama kau, Ray. Sudah penuh keringat masih ditambah lagi belepotan dengan cat di wajahmu,”

“Dan setelah cuci muka temui aku lagi di cafe tempat para instruktur minum teh. Ada tugas khusus untuk kalian.”

Ibu Reva kemudian pergi meninggalkan Crimson yang sibuk menertawai wajah Ray yang belepotan cat gara-gara ulah Crimson itu.

 

“WAAHAHAA.. wajahmu keren banget Ray!! Kayak Badut di taman ria akademi kita ini HAHAHAA!!!!” Crimson tak henti-hentinya menertawai Ray yang sibuk menggosok wajahnya dengan telapak tangannya.

 

“Grr.. gara-gara kamu Che!! Wajahku jadi belepotan cat gini!! Bisa-bisanya kamu jadiin aku tameng kamu agar gak kena peluru-peluru itu,” sahut Ray dengan nada kesal.

 

“Sudah-sudah.. jangan marah gitu dong, kamu basuh pakai sabun dan air juga nantinya bakal hilang semua cat di wajahmu, heheheheh…..” Crimson menepuk-nepuk bahu Ray sambil tertawa lebar, sementara Ray sendiri hanya bisa cemberut sambil memandang penuh rasa sebal ke arah Crimson.

 

Crimson kemudian berjalan meninggalkan Ray yang masih sibuk menggosok-gosok mukanya dengan kedua belah telapak tangannya.

“Hey, Che.. kau mau kemana? Kita kan harusnya pergi menemui Ibu Reva di Cafe para guru?” tanya Ray pada Crimson.

 

“Aku cari minum dulu di vending machine dekat sini. Mungkin aku akan menunggu kau di tempat Ibu Reva. Jangan lama-lama ya cuci mukanya,” jawab Crimson sambil berlalu meninggalkan Ray.

 

Sepeninggal Crimson, Ray hanya bisa menghela nafas dan akhirnya dia pergi meninggalkan lapangan tersebut dan masuk ke koridor gedung timur untuk mencari toilet.

 

Setiap kali melewati lorong dan berpas-pasan dengan murid yang lainnya, mereka selalu melihat Ray sambil menahan tawa mereka, bahkan ada juga murid-murid yang tidak mampu menahan tawanya hingga akhirnya mereka tertawa terbahak-bahak tepat di depan Ray. “Ugh.. mereka semua menertawai wajahku, apa separah itu ya wajahku yang belepotan oleh cat-cat ini?” Ray mempercepat langkah kakinya dan akhirnya menemukan toilet, pada saat itu dia berpas-pasan dengan Rifle yang baru saja keluar dari toilet.

 

“Lho Rifle, kamu kok seragamnya belepotan cat begitu?” tanya Ray saat melihat seragam Rifle yang penuh dengan cat.

“MPHHfffttt… HAHAHAHAHA…!!!! kok bisa mirip wajah badut gitu ya pola catnya,“

bukannya menjawab pertanyaan Ray, Rifle malah tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah Ray yang dipenuhi dengan cat, sementara Ray sendiri hanya diam saja namun ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa dia merasa sangat sebal saat ditertawai seperti itu.

 

“Upss…. maaf ya Ray.. Aku gak bermaksud menertawai kamu kok, tadi aku melihat kau terkena tembakanku. Tapi aku nggak nyangka kalau bisa separah ini hasilnya….ppfffffttt… khe khe khe….!!!” Rifle berusaha menahan tawanya dengan tangan kanannya.

 

“Jadi kamu, salah satu sniper yang mengeksekusi hukuman untuk aku dan Crimson? Hmphh… tapi kok kamu sendiri malah belepotan dengan cat?” Ray mengamati seragam Rifle yang masih kotor oleh cat.

 

“Oh ini, gara-gara para fans gila si Rambut Merah sok keren itu yang kebetulan satu tim denganku tadi,”

“Mereka tidak terima kalau aku mengatakan bahwa si Crimson itu orang yang gak disiplin dan gak pantes buat jadi idola para cewek itu,”

“Memangnya aku salah ya kalau mengatakan hal sejujurnya itu dari lubuk hati yang paling dalam?” keluh Rifle.

 

“Pantas saja, para fans Crimson marah hahaha…. kamu ngomongnya kasar gitu,” jawab Ray sambil tersenyum kecil.

 

“Grr… biarin aja..!!! 100 fans Crimson pun akan aku hadapi kalau memang mereka mau protes sama aku,” Rifle bersungut-sungut sambil menggenggam tangan kanannya.

 

“Sampai segitunya kamu iri sama Crimson, kenapa kamu gak melakukan hal yang sama seperti Crimson agar bisa terkenal seperti dia?” Ray bertanya balik.

 

“Cih, buat apa aku tiru-tiru si rambut merah itu!! Dengar ya Ray, Aku pasti akan populer di kalangan para cewek dengan caraku sendiri,” Rifle terlihat begitu sungguh-sungguh saat mengucapkan hal itu.

 

“Semoga beruntung deh kalau begitu, hehehehhehehehe….” Ray menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil tertawa kecil.

 

“Oh ya Ray, kamu mau membasuh mukamu ya? Pakai sabun mukaku aja deh. Kalau pake sabun biasa di kamar mandi, 20 kali basuh muka tetep aja masih keliatan sisa catnya,” Rifle menyerahkan sebotol kecil sabun muka khusus pria yang dia bawa sejak tadi.

 

Ray menerima sabun muka milik Rifle dan melihat bungkusnya dengan seksama,

“Eh.. ini kan…!! Wah.. ironis sekali, kamu memakai merek sabun wajah yang iklannya dibintangi oleh Crimson,” Ray melirik ke arah Rifle.

 

“Sialnya, sabun muka itu sudah aku pakai sejak lama, aku jadi benar-benar tambah sebal sama Crimson. Kenapa sih harus dia yang jadi bintang iklan untuk iklan baru sabun muka itu,” Rifle tersenyum kecut saat melihat wadah sabun muka yang dipegang oleh Ray.

 

“Yeah.. sudahlah.. gak ada gunanya juga mengeluh kayak gitu. Bagaimana pun juga bagiku, Si rambut merah sok keren itu memang orang paling menyebalkan di muka bumi zephyr ini,”

“Kalau begitu, sampai nanti ya Ray,” Rifle mulai beranjak pergi meninggalkan Ray.

 

“Eh, kalau begitu akan aku kembalikan nanti ya sabun mukamu,” Ray menunjukkan sabun muka yang dipegangnya.

 

“Gak usah Ray, itu sabun tinggal dikit kok, kamu ambil saja. Nanti aku beli lagi yang baru,”

jawab Rifle sambil berlalu pergi meninggalkan Ray.

 

Ray kemudian masuk ke toilet. Ray berjalan mendekati wastafel terdekat dan saat itu ia melihat wajahnya sendiri di cermin. Mata Ray terbelalak kemudian tertawa sendiri melihat wajahnya saat itu.

“Hehhehehe, pantas saja, mereka tadi menertawakan wajahku. Memang hampir menyerupai make up badut gini pola catnya,”.

 

Ray menyalakan keran di wastafel dan mulai membasuh mukanya dengan sabun wajah yang diberikan oleh Rifle kepadanya. Saat mulai membasuh mukanya dengan sabun tersebut, Ray melihat cat-cat yang ada di wajah nya mulai sedikit memudar. Ray membasuh mukanya sekali lagi dengan sabun itu, ternyata wajahnya mulai bersih dari cat-cat yang menempel di wajahnya.

 

“Hm.. berarti kurang sekali basuh lagi, maka wajahku bersih dari cat-cat itu,”

Ray membasuh mukanya sekali lagi dengan sabun dan air. Saat itu Ray memejamkan matanya dan mengusap-usap mukanya dengan kedua belah telapak tangannya.

Tiba-tiba saja, saat itu muncul bayangan sesosok gadis. Gadis berambut panjang berwarna coklat chestnut. Rambut poninya sedikit di arahkan ke kanan sementara di bagian samping rambutnya seperti terbentuk pola-pola mirip ukiran. Kulit kuning langsat menunjukkan bahwa dia merupakan keturunan ras Garthia. Bibir yang tipis dan merah merekah tersenyum dengan indahnya. Terlihat gadis itu mengenakan pakaian petualang dimana gadis itu mengenakan spandex hitam dan high boots, mengenakan kain jarit bermotif Bathik ‘Parang Rusak’. Warna pakaiannya penuh dengan dominasi warna quartz pink dan warna hitam serta terdapat warna kuning di beberapa ornamen penghias pakaiannya. Namun dari semua itu, yang paling menarik perhatian Ray adalah kalung yang dipakai oleh gadis itu yang berbentuk seperti sebuah prisma berwarna hijau zamrud dengan sepasang sayap biru lazuli dengan dua bola permata ruby berukuran kecil.

 

Ray langsung menegakkan kepalanya sambil membelalakkan matanya dan menatap ke arah cermin. Ray terlihat masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat di bayangannya tadi. Berbagai macam pertanyaan muncul dari dalam pikirannya.

 

“Ughh…. lagi-lagi muncul bayangan gadis itu…… Siapa sebenarnya gadis itu?

Selama beberapa hari ini aku selalu terbayang-bayang oleh wajahnya….”

Ray terdiam untuk beberapa saat sambil terus menatap cermin.

 

“Hmph.. mungkin saja itu cuma mimpi biasa. Tapi seandainya itu cuma mimpi.. kenapa aku sering sekali aku mengalaminya akhir-akhir ini? Apakah itu sebuah pertanda?”.

 

Ray memalingkan wajahnya dari cermin dan berbalik membelakangi cermin,

“Ah sudahlah.. semakin dipikirkan, semakin aku nggak bisa menemukan jawabannya.”

“Lebih baik sekarang aku segera menemui Ibu Reva, mungkin Crimson juga sudah menungguku di sana.”

 

Ray mengambil wadah sabun muka yang diberikan oleh Rifle padanya,

“eh.. benar.. ternyata memang tinggal sedikit. setelah aku pakai, sabun ini sudah habis,”.

 

Ray membuang wadah sabun muka itu ke tempat sampah dan meninggalkan toilet.

 

Di sebuah ruangan yang cukup luas beralaskan karpet merah petunia dengan bentuk interior ruangan bergaya ala klasik Victorian, dimana di ruangan itu terdapat sepuluh meja bundar yang ditutupi oleh taplak berwarna putih dengan dikelilingi empat buah kursi kayu penuh dengan ukir-ukiran dan berwarna kuning keemasan. Di sisi dekat pintu keluar itu ada meja kasir yang penuh dengan ukir-ukiran bercat keemasan seperti halnya yang ada pada kursi-kursi di ruangan itu.

 

Saat itu, di dalam ruang cafe terlihat lengang karena hanya terdapat beberapa orang saja dimana salah satunya adalah Ibu Reva yang terlihat sedang menikmati secangkir teh panas. Ray yang telah tiba di cafe tersebut kemudian bergegas menemui Ibu Reva.

 

Ray menoleh kesana-kemari namun dia tidak menemukan yang dia cari.

 

“Kau mencari Crimson ya?” tanya Ibu Reva yang terlihat masih memegang cangkir teh miliknya dengan tangan kanannya.

“Crimson sudah pergi sepuluh menit lebih awal sebelum kamu tiba di sini,” lanjut Ibu Reva.

 

“Eh.. yang benar bu? Kenapa Crimson tidak menungguku terlebih dahulu?” tanya Ray.

 

“Kamu tahu sendiri kan Ray, Crimson itu orangnya sangat bersemangat sekali jika bertemu dengan wanita cantik,”  jawab Ibu Reva meminum sedikit teh dari cangkir yang dipegangnya.

 

“Jangan-jangan, tugas khusus yang dimaksud oleh ibu tadi yaitu kami berdua harus menjemput wanita itu dan mengantarnya ke sini?” tanya Ray mencoba menyimpulkan informasi yang sudah dia dapat.

 

Ibu Reva tersenyum kecil sambil meletakkan cangkir tehnya,

“Yeah, kurang lebih seperti itu..”

“Begini, aku ingin menugaskan kalian untuk menjemput seorang siswi baru yang berasal dari Akademi Javaka yang pindah sekolah ke akademi ini untuk menuntaskan studinya sebagai Gun Sorceress, karena yang memiliki lisensi untuk menguji materi Hybrid job macam Gun Sorcery dan Gun Swordian hanyalah Akademi Terrestria ini,”

“Dia akan tiba di Pulau Terrestria ini dengan kapal feri sekitar jam satu siang. Jadi aku harap kau dan Crimson sudah ada di pelabuhan di Kota Tanjung Biru tepat pada jam itu,”

“Gadis itu berkulit kuning langsat, Rambutnya panjang berwarna coklat chestnut, tinggi badannya sekitar 167 cm,”.

 

Mendengar itu, Ray langsung sibuk oleh pikirannya sendiri,

“Wah.. sekarang saja sudah hampir jam dua belas, sedangkan perjalanan dari sini ke Kota Tanjung Biru butuh waktu sekitar satu jam,”

“Kalau sampai terlambat sampai di pelabuhan berarti aku nggak bisa menemukan siswi itu dan kalau sudah begitu pasti aku kena hukum lagi oleh Ibu Reva, lebih baik aku pergi sekarang saja,”.

 

Tanpa mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari Ibu Reva. Ray langsung saja memotong pembicaraan Ibu Reva,

“Baik Bu, saya akan segera ke sana sekarang juga,”.

 

Ray bergegas pergi meninggalkan Ibu Reva yang terlihat sedang mencari sesuatu di dalam tas yang ada disampingnya.

 

“Apa?.. kau mau pergi…?? tunggu dulu…”

Ibu Reva mencoba mencegah Ray pergi, namun sayangnya dia terlambat.

 

“Wah… cepat sekali Ray pergi… padahal aku belum memberikan foto gadis itu kepada dia bahkan aku juga belum sempat memberitahu nama gadis itu kepada Ray,”

“Ya sudahlah, aku kirimkan lewat email saja foto gadis ini,”

Ibu Reva memperhatikan selembar foto berukuran 4R yang ada di tangan kanannya.

Categories: Main Mission, Mini Game | Tag: , , , , | 4 Komentar

Blog di WordPress.com.