Episode 01: Gadis dari Akademi Javaka (PART 04)

Terdengar bunyi yang cukup keras dari sebuah jam dinding menandakan bahwa pada saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Jam dinding tersebut berada di salah satu sudut ruangan seukuran 10 x 15 meter dengan dominasi warna putih pada bagian dinding dan langit-langitnya sementara lantai marmernya berwarna biru muda. Terlihat beberapa logo Akademi Terrestria di tiap tiang penyangga ruangan. Ada dua koridor yang terletak saling berseberangan dimana tampaknya ruangan itulah yang menjadi penghubung antara kedua koridor itu, koridor pertama memiliki panjang ruangan yang lebih pendek dari koridor satunya serta pada bagian ujung jalan koridor pendek tersebut terdapat pintu ganda dengan lambang Akademi Terrestria di bagian tengah pintu dan pintu tersebut terbuat dari kayu penuh dengan ukir-ukiran. Sementara itu pada koridor yang lebih panjang juga terdapat pintu yang mana pintu tersebut merupakan pintu sebuah elevator yang menghubungkan lantai itu dengan 3 lantai dibawahnya. Saat itu di dalam ruangan tersebut terlihat sangat lengang karena hanya ada satu orang gadis yang sedang duduk di bangku panjang berwarna hitam.

 

Terdengar suara pintu elevator terbuka kemudian disusul suara langkah kaki dan suara percakapan antara dua orang menggema di sepanjang koridor itu.

 

“Pokoknya kamu yang tanggung jawab ya Ray, soal kegagalan kita menemukan gadis itu!!”

 

“Lha.. kok malah aku?”

“Bukannya kamu penyebab utama kita nggak berhasil menemukan gadis itu?”

“Seandainya saja kamu nggak mengajakku bermain Zeph Card pasti kejadiannya nggak akan seperti ini. Che”

 

“Ray, Kamu kan bisa menolak tantanganku dan memaksaku untuk langsung pergi ke dermaga,”.

 

“Dengar ya Crimson Fire Eye….Aku nggak yakin kamu akan langsung menerima ajakanku untuk mencari gadis itu. Aku tahu pasti, kamu itu pengennya bermain-main dulu sebelum melaksanakan tugas. Kalau sudah begitu kamu pasti melakukan apapun agar keinginanmu tercapai,”.

 

“Oh ya? Memangnya aku tadi terlihat memaksamu untuk melayani tantanganku untuk bermain Zeph Card, ya, Ray?”.

 

“Er.. enggak juga sih..Che, tapi teman-teman cewekmu itu yang membuatku terpaksa menerima tantanganmu!!”

 

“Yang penting kan bukan aku yang memaksamu Ray. Salah sendiri kenapa kau mau menuruti rajukan mereka,”

“Lagipula Ray, coba kalau kau tidak ceroboh dan mau mendengarkan petunjuk dari Ibu Reva sampai selesai, pasti kita bisa membawa gadis itu ke sini. Soalnya kamu duluan yang bertemu dengan dia!!”.

 

“Tapi.. tetap saja Che.. seandainya kita nggak main kartu pasti kita sudah bisa bertemu gadis itu di dermaga tepat waktu. Ditambah lagi gara-gara kamu juga, pake acara gak nggak bawa uang segala.. jadinya aku harus membayar untuk sesuatu yang sama sekali nggak aku makan,”.

 

“Pokoknya kamu yang salah Ray!!”.

 

“Masih ngotot saja nih, kan kamulah penyebab semua ini Che!!”.

 

“Oh tidak bisa, apapun itu kamu yang salah Ray!!”.

 

Ternyata suara itu adalah suara Ray dan Crimson yang terus berdebat sambil berjalan menyusuri koridor dan tiba di ruangan berukuran 10 x 15 meter tersebut. Mendengar perdebatan antara kedua orang itu, tampaknya telah menarik perhatian dari gadis berambut panjang yang sejak tadi terus saja duduk di bangku panjang. gadis itu berdiri kemudian berjalan mendekati Ray dan Crimson.

 

“Maaf, kenapa kalian berdebat?” tanya gadis itu sambil berdiri di depan Ray dan Crimson, namun saat itu Ray dan Crimson belum memperhatikan siapa gadis yang menyapa mereka.

 

“Oh, kami hanya berdebat soal gadis yang bernama Desy Devaheart yang harusnya kami jemput di dermaga siang tadi.” jawab Ray dan Crimson secara hampir bersamaan.

 

“Oh jadi, kalian berdua yang seharusnya datang ke dermaga dan menjemputku??” tanya gadis itu kepada Ray dan Crimson.

 

Mendengar perkataan gadis itu, Ray dan Crimson seketika menghentikan perdebatan mereka dan melihat ke arah gadis itu.

 

“DESY!!!!!???” pekik Ray dan Crimson dengan ekspresi luar biasa terkejut secara bersamaan saat mereka mengenali wajah gadis yang ada di depan mata mereka.

 

“Iya… namaku Desy Devaheart.. orang yang harusnya kalian jemput di dermaga siang tadi,” jawab Desy sambil sedikit tertawa kecil melihat ekspresi terkejut Ray dan Crimson.

 

Mendengar perkataan Desy, baik Ray dan Crimson secara bersamaan menepuk dahi mereka masing-masing dengan telapak tangan kanan mereka, ”Oh tidakk!!”.

 

“Sekarang harus bagaimana, pasti Ibu Reva sudah siap menghukum kita berdua,” ujar Ray sambil menghela nafasnya.

 

”BAH!! Terserah Ibu Reva mau menghukum kita kayak apa.. aku gak peduli lagi. Bertemu dengan gadis secantik ini sudah mendamaikan hatiku di hari yang cerah ceria ini,”

tiba-tiba saja Crimson sudah maju ke hadapan Desy dan mulai mengulurkan tangan kanannya untuk memperkenalkan dirinya.

 

“Perkenalkan nona Desy, namaku….C.. AAARRRGGHHH!!”

Ray tiba-tiba saja menginjak kaki kiri Crimson sehingga membuat Crimson melompat-lompat kesakitan.

 

“AWWW… aww aww…awww…!!!! RAY!!! APA-APAAN KAU INI” Crimson menjadi sangat geram karena perbuatan Ray barusan.

 

“Rasakan itu Che!! Hari ini aku benar-benar kesal padamu!!” Ray bersungut-sungut sambil menunjukkan ekspresi wajah kesalnya.

 

Lalu Ray maju ke hadapan Desy dan mulai mengulurkan tangan kanannya dan berkata,

“Maaf De.. desy.. aku tadi tidak tahu kalau ternyata kamulah orang yang harusnya aku…Uwaggh!!!”.

 

Ray berteriak kesakitan setelah Crimson menyapu kaki Ray dan membuat tubuh Ray oleng dan jatuh.

 

“Cih.. kamu tiba-tiba jadi agresif gini Ray.. kayak bukan kamu yang biasanya…” Crimson duduk jongkok sambil menepuk-nepuk punggung Ray.

 

Ray berusaha bangkit dari posisi jatuhnya lalu berdiri dengan kedua kakinya.

 

“Itu karena kau sudah melakukan banyak hal yang membuatku merasa sangat kesal hari ini,”

“Pertama, kau membuatku harus menerima tembakan-tembakan peluru cat tepat di wajahku,”

“Kedua, kau memaksaku untuk bermain zeph card dan menimpakan kesalahan padaku,”

“Dan ketiga, kau sudah menghabiskan uang yang aku kumpulkan dengan susah payah hanya untuk membayari makanan yang kamu makan bersama-sama temanmu!!” seru Ray dengan penuh emosi.

 

“Jadi kau marah sama semua itu Ray?? Ya maaf deh… “ Crimson cuma bisa meringis sambil sedikit menjulurkan lidahnya.

 

“Tidak bisa!! Bagaimanapun juga kau harus merasakan akibat perbuatanmu!!” Ray terlihat masih geram.

 

“Okay, memangnya apa yang akan kau lakukan Ray??” Crimson berkecak pinggang menatap sinis seakan hendak menantang Ray.

 

“Kali ini, biar aku yang lebih dulu berkenalan dengan Desy,” Ray menyikut perut Crimson dengan sikutnya kemudian maju lagi sambil mengulurkan tangan kanannya kepada Desy.”

 

“APA!!!??? TIDAK BISA !!! Kau boleh mengambil honor misi level S ku atau menerima amukan dari Ibu Reva, Tapi aku gak akan menerima kalau harus mengalah UNTUK URUSAN SEPERTI INI!!!”

Crimson buru-buru maju dan ikut-ikutan mengulurkan tangan kanannya kepada Desy.

 

“Waduh.. kalian kok bertengkar lagi?? Hihihihi,” Desy cuma bisa tertawa melihat tingkah Ray dan Crimson.

 

“Sekali-kali coba mengalah dong Che, masa’ kamu terus yang dapat kesempatan pertama kenalan dengan cewek??” protes Ray.

 

“HAH?? Apa aku nggak salah dengar nih? KAMU?? RAY WARFIELD yang suka minder kalau ketemu orang dan malu kalau harus berhadapan dengan cewek??”

“Kamu kesurupan apa sih Ray, sampai bisa segagah ini??” sindir Crimson sambil memicingkan matanya ke arah Ray.

 

“Terserah apa katamu Che.. pokoknya aku dulu yang akan berkenalan dengan Desy!!” kata Ray.

 

“APA…!!??” pekik Crimson seakan tidak rela dengan perkataan Ray.

 

Terlihat Ray dan Crimson mulai berebutan untuk berkenalan dengan Desy, mereka saling sikut-menyikut dan berusaha menginjak kaki lawannya sambil terus menjulurkan tangan kanan mereka ke arah Desy. Melihat tingkah aneh mereka, Desy hanya bisa bengong karena kebingungan.

 

“Maaf, aku bingung kenapa kalian sampai bertengkar seperti itu, tapi aku rasa aku punya cara untuk menghentikan perselisihan kalian,” ujar Desy yang bergerak maju satu langkah dan menepuk pundak Ray dan Crimson sambil tersenyum.

 

“EH??!!” seru Ray dan Crimson secara bersamaan melihat ke arah Desy yang baru saja menepuk bahu mereka.

 

“Nah, Kamu cowok rambut merah, kamu berdiri di situ dan kamu cowok rambut pirang, kamu berdiri di situ,” Desy menyuruh Ray dan Crimson untuk berdiri bersebelahan namun masih ada jarak diantara mereka sekitar setengah meter.\

 

Ray dan Crimson menuruti perkataan Desy sambil saling memandang karena tidak mengerti dengan maksud dari perintah Desy.

 

Desy kemudian berdiri di antara Ray dan Crimson, dimana saat itu Crimson berada di sisi kanan Desy dan Ray berada di sisi kiri Desy. Desy kemudian menyilangkan lengannya dan mengulurkan kedua tangannya kepada kedua laki-laki itu.

“Nah… sekarang mari kita berjabat tangan dan saling memperkenalkan diri,”

“Namaku Desy.. Desy Devaheart.. panggil saja aku dengan nama Desy,”

“Oh ya, tolong sebutkan nama kalian secara bersamaan ya?”.


Ray dan Crimson jadi bingung sekaligus takjub melihat cara Desy memperkenalkan dirinya kepada mereka berdua. Walaupun sempat terdiam beberapa saat, Ray akhirnya menjabat tangan kanan Desy sementara Crimson menjabat tangan kiri Desy.

 

“Namaku Ray Warfield,”

“Namaku Crimson Fire Eye,”

 

Ray dan Crimson mengucapkan nama mereka secara bersamaan sehingga membuat Desy tertawa sendiri.

“Hihihi.. kalian memang kompak ya..”

“Okay, jadi kamu.. Ray Warfield, Benar kan?” Desy melirik Ray dengan tatapan mata innocentnya sambil tersenyum kecil.

 

“Ah.. be.. benar… panggil saja aku Ray… “ Ray jadi sangat gugup dan berkeringat dingin saat Desy melihatnya langsung ke arahnya.

 

“Hahaha… jangan grogi gitu Ray.. kita kan cuma saling memperkenalkan diri,”

“Oh ya.. kalau begitu, kamu pasti Crimson Fire Eye.. benar kan?” kali ini Desy melirik ke arah Crimson.

 

Crimson memandang balik Desy sambil berkata, “Benar sekali nona, Aku Crimson Fire Eye..”

“Resminya sih aku sering dipanggil Crimson oleh orang-orang akan tetapi aku juga punya nama lain juga,”

“Seperti para fansku yang memanggilku dengan nama Crimsey…. kadang juga Kurai-kun”

“Para Rivalku memanggilku dengan nama Fire…”

“Sementara sahabat-sahabatku memanggilku dengan nama Che..”

“Sedangkan Masterku memanggilku dengan nama Kid,”

 

“Wah, kok banyak sekali ya nama panggilan kamu? Aku jadi bingung nih, aku harus memanggilmu dengan nama apa?” Desy tersenyum manis saat mendengar banyaknya nama panggilan yang disebutkan oleh Crimson.

 

“Untukmu.. panggil aku, Che  saja sudah cukup kok…” Crimson tersenyum dengan gaya ‘Cool’ nya.

 

“Wah.. dipanggil Che ya? Berarti aku langsung jadi sahabatmu? Kita kan baru bertemu, apa nggak apa-apa?” tanya Desy.

 

“Nggak apa-apa dong. Aku sungguh berharap kita bisa menjadi sahabat sejati mulai detik ini,” lagi-lagi Crimson tersenyum dengan ’Cool’ nya.

 

“Wah.. kalau begitu… senang bertemu denganmu, Che,” Desy membalas senyuman ’Cool’ Crimson dengan senyuman manisnya, saat itu terlihat Crimson sedikit kemerahan mukanya saat melihat wajah Desy.

 

“Hah? Che bisa tersipu.. jarang banget aku melihat ekspresi semacam itu saat dia sedang berkenalan dengan seorang wanita,” pikir Ray dalam hatinya saat melihat Crimson yang berbicara dengan Desy.

 

Tanpa mereka sadari, di ruangan seluas 10 x 15 meter itu datang dua orang yang baru saja keluar dari koridor pendek yang merupakan koridor menuju ruang Kepala Sekolah Grade S.

 

“Ehem.. kalian sudah puaskah saling berkenalan dengan siswi baru yang sudah kalian telantarkan itu?” sindir salah satu dari dua orang itu yang ternyata orang itu adalah Ibu Reva.

 

Crimson dan Ray melepas jabat tangan mereka dengan Desy dan menoleh ke arah sumber suara itu.

 

“Eh.. Ibu Reva…. Master Blaze??” Crimson akhirnya mengenali kedua orang itu yang baru saja datang ke ruangan itu.

 

“Hai Kid.. aku dengar kau sudah cukup buat Ibu Reva pusing ya hari ini,” sapa Tuan Blaze sambil tertawa.

 

“Ah.. nggak sampai segitunya kok master… Aku dan Ray kan memang expert kalau urusan datang terlambat apel hahahahahahaa!!!” jawab Crimson yang ikut tertawa.

 

“Eh.. kok bawa-bawa nama aku sih Che..??” protes Ray pada Crimson, sementara Crimson cuma tertawa terbahak-bahak.

 

“Yeah… yeah.. aku tahu, kalian berdua memang dua sejoli yang gak terpisahkan,” Tuan Blaze lagi-lagi tertawa kecil sambil berkecak pinggang.

 

“HAH??!!” mata Crimson dan Ray terbelalak lebar dan mereka sama-sama menyeringai ngeri saat mendengar perkataan dari Tuan Blaze.

 

“Ngomong-ngomong, seharusnya kalian dihukum lho atas kelalaian kalian.. benar kan Ibu Reva?” Tuan Blaze melirik Ibu Reva yang sedang membelai rambutnya dengan jari-jari tangan kanannya.

 

“Benar juga, seharusnya aku menghukum kalian lagi karena tidak menjemput Desy tepat waktu dan satu hal lagi.. kalian tidak mengaktifkan cellphone kalian sehingga aku kesulitan menghubungi kalian,”

“Tidak membawa alat komunikasi itu termasuk pelanggaran tingkat C lho.. hukumannya lumayanlah buat kalian,” Ibu Reva tersenyum kecil sambil melihat ke arah Crimson dan Ray.

 

“Waduh… maafkan kami bu.. jangan hukum kami bu… sudah cukup hukuman siang tadi,” sahut Ray dengan nada memelas.

 

“Ya sudahlah, siapa juga yang akan menghukum kalian. Aku sudah cukup puas melihat kalian jungkir balik tadi siang,” Ibu Reva menunjukkan ekspresi santai dan matanya tidak terlihat garang, sementara itu Ray dan Crimson terlihat bernafas dengan lega.

 

“Sekarang kalian temani Tuan Blaze untuk mengantarkan dokumen ini ke Terrestria Squad Headquarter,” kata Ibu Reva sambil menyerahkan amplop dokumen berukuran sebesar kertas F4 kepada Crimson.

 

Crimson menerima dokumen itu dan berkata, “Kok, rasanya kami terus yang disuruh oleh Ibu Reva untuk keliling kesana kemari, apa di akademi ini muridnya cuma kami saja ya?”

 

“Tentu saja.. kalian kan tokoh utama di game RPG ini,” jawab Ibu Reva kepada Ray dan Crimson.

 

“HAH??” Ray dan Crimson sama-sama terkejut dan kebingungan dengan perkataan Ibu Reva.

 

“Aku cuma bercanda kok, sudah cepat antar dokumen itu.”

“Atau kalian lebih suka aku hukum lagi?” Ibu Reva membuka matanya dan menatap tajam Crimson dan Ray dari balik bingkai kacamatanya.

“Uwaaaa..!!! Ba… baik bu.. kami segera pergi…!! Ayo Ray.. Mari Master Blaze..” Crimson terlihat sangat ketakutan dan segera mengajak Ray dan Blaze untuk pergi mengantarkan dokumen.

 

Melihat tingkah Crimson dan Ray saat beragumentasi dengan Ibu Reva membuat Desy berpikir,

“Wah.. Ibu Reva ternyata orangnya tegas sekali… Crimson yang kelihatannya sangat flamboyan itu bisa dibuat gentar oleh Ibu Reva. Jadi ingat sama Bulik ku sendiri nih,”.

 

Sepeninggal Ray, Crimson dan Tuan Blaze, Ibu Reva memanggil Desy yang masih takjub dengan apa yang dia lihat tadi.

 

“Ayo Desy, Kepala sekolah sudah menunggu,” ajak Ibu Reva kepada Desy.

Mereka berdua kemudian menyusuri koridor dan masuk ke ruang kepala sekolah.

 

“Ah.. Desy.. Mari silahkan duduk,” sambut seorang pria tambun berumur sekitar 40 tahunan yang sedang memegang buku dan berdiri di dekat rak buku besar. Pria itu kemudian menaruh buku yang dia pegang kembali ke rak buku di dekatnya setelah melihat Desy duduk di sofa. Terlihat Ibu Reva juga ikut duduk di sofa yang posisinya berhadap-hadapan dengan Desy.

Pria tambun berambut pendek dengan tinggi sekitar 167 cm itu kemudian duduk di kursi sofa di dekat Desy duduk.

 

“Wah.. wah.. sudah hampir enam tahun ya kita tidak bertemu,”

“Ternyata kau sudah secantik ini Desy,”

“Tampaknya Bibimu Leyra merawatmu dengan baik sekali,” kata pria tambun itu.

 

“Pakdhe Rudolf juga kelihatannya makin sehat saja,” balas Desy sambil tersenyum manis.

 

“Hahaha bisa saja kau ini Desy. Memang sih akhir-akhir ini beratku memang agak naik sekitar sepuluh kilo. Tapi sepertinya masih belum segendut itu kok,”

“Oh ya, bagaimana kabar Bibi Leyra? Dia sehat saja kan?” lanjut Tuan Rudolf.

 

“Bulik baik-baik saja kok Pakdhe.. hanya akhir-akhir ini urusan akademi Javaka cukup menyita waktunya. Namun sejauh ini Bulik  masih bisa mengatasinya,” jawab Desy.

 

“Oh begitu? Yeah baguslah.. semoga bibimu Leyra nggak lupa untuk istirahat yang cukup. Dia memang suka lupa waktu kalau sudah berhadapan dengan masalah pekerjaan,”

“Seperti anda Ibu Reva,” tunjuk Tuan Rudolf kepada Ibu Reva.

 

“Ah benarkah? Kalau begitu saya harus lebih banyak mengkonsumsi coklat agar bisa lebih relaks” jawab Ibu Reva yang sedikit terkejut saat melihat Kepala Sekolah tiba-tiba menunjuknya.

 

Sesaat kemudian Tuan Rudolf, Desy dan Ibu Reva sama-sama tertawa.

 

“Yah.. kalau begitu aku ucapkan selamat datang di akademi Terrestria ini Desy. Semoga kau bisa belajar di sini dengan baik dan menyelesaikan studimu sebagai Gun Sorceress dengan hasil yang terbaik,” kata Tuan Rudolf.

 

“Terima kasih Pakdhe,”

“Saya pasti akan berusaha semaksimal mungkin agar tidak mengecewakan Pakdhe,” jawab Desy dengan senyum manisnya.

 

“Kalau begitu Ibu Reva, tolong urus proses administrasi untuk Desy dan fitting baju di

boutique. Dan tunjukkan dormitory yang akan dia tempati,” perintah Tuan Rudolf kepada Ibu Reva

 

“Baik Pak Kepala Sekolah,” jawab Ibu Reva kemudian dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati pintu ganda.

 

Desy kemudian juga ikut bangkit dari sofa tempatnya duduk sambil berkata, “Kalau begitu, saya mohon diri dulu Pakdhe,”.

Di lain pihak, di salah satu ruangan kantor di Terrestria Squad Head Quarter. Terlihat Ray, Crimson dan Rifle sedang duduk di satu meja. Saat itu Crimson dan Rifle terlihat sedang serius dengan pertandingan Zeph Card mereka, sementara Ray memperhatikan permainan mereka berdua.

 

“Hey… Fire… kenapa sih kamu nggak pulang saja ke rumah.. malah menggangguku yang lagi kerja ini?” tanya Rifle kepada Crimson.

 

“Apa yang seperti ini kau bilang bekerja? Sejak tadi main kartu terus gitu,” jawab Crimson seenaknya.

 

“Bukannya kamu yang mengajak aku main kartu.. gimana sih??” Rifle jadi kesal mendengar jawaban Crimson.

 

“Yeah.. aku kan mengajakmu main kartu supaya kamu nggak nganggur dan ngabisin listrik akademi dengan main game First Person Shooter kesukaanmu itu,” Crimson menyeringai sambil menatap Rifle dengan tajam.

 

“SIAL..!!! itu namanya melatih koordinasi otak dan tangan agar lebih baik saat dalam pertempuran sebenarnya!!” Rifle terlihat semakin kesal ketika disindir kebiasaan main gamenya oleh Crimson.

 

“Halah.. Alasan.. bilang saja kamu penasaran karena gak bisa namatin level ini level itu… iya kan,” tatapan sinis Crimson tampaknya membuat Rifle bersungut-sungut kesal.

 

“Ah.. ganti topik pembicaraan saja. ngomong sama kamu nggak pernah asyik, Rifle!!” ejek Crimson

“Ray, menurutmu bagaimana pendapatmu tentang dia?” tanya Crimson kepada Ray.

 

“Dia? Dia siapa maksudmu Che?” Ray bertanya balik pada Crimson.

 

“Jiah.. ini lagi.. pasti habis ngelamun,”

“Tentu saja yang aku maksud ya, si Desy itu..” jawab Crimson.

 

“Oh.. maksudmu siswi dari Akademi Javaka itu ya Che?” Ray akhirnya paham dengan maksud pembicaraan Crimson.

 

“Siapa sih yang kalian bicarakan?” Rifle tampak penasaran dengan perkataan Ray.

 

“Oh.. kami sedang membicarakan siswi pindahan dari Akademi Javaka. Tampaknya dia akan berada di sini selama satu atau dua tahun untuk menyelesaikan studinya sebagai Gun Sorceress,” jawab Ray atas pertanyaan Rifle.

 

“Wah aku jadi penasaran nih, seperti apa wajah gadis itu??” Rifle tampak sangat antusias.

 

“Che tunjukkan fotonya ke Rifle, dong!!” pinta Ray pada Crimson.

 

“Cih.. enak saja.. foto itu khusus buat aku, gak akan aku tunjukkan pada siapapun terutama kau Rifle,” Crimson menyeringai lebar menggoda Rifle.

 

“Grrr.. awas kau ya!!!” Rifle tampak geram saat melihat tingkah Crimson.

“Ya sudahlah.. nanti aku juga pasti tahu seperti apa gadis yang bernama Desy itu,” lanjut Rifle yang berusaha meredam emosinya.

 

“Baguslah kalau begitu, Nah.. Ray.. ayo, aku penasaran nih seperti apa sih pendapatmu soal gadis itu?” Crimson mengingatkan Ray atas pertanyaannya tadi.

 

“Kalau menurutku sih, sepertinya Desy itu gadis yang ramah dan yang menyenangkan untuk diajak bicara. Sepertinya akan sangat menyenangkan sekali kalau kita bisa berteman dengannya,” jawab Ray.

 

“Ray, kira-kira menurutmu, misalnya aku jadikan dia pacarku, bisa bertahan lama nggak ya?” kata Crimson.

 

“Entahlah Che, Kamu kan orangnya mudah banget tertarik ama cewek cantik, apalagi saat pertama bertemu. Dan lagi kamu itu orangnya mudah bosan makanya suka ganti-ganti pacar,” sindir Ray.

 

“Percaya deh Ray, mungkin kalau sama Desy, aku nggak bakal bosan kok,” jawab Crimson sambil sedikit menjulurkan lidahnya.

 

“Halah.. siapa yang akan percaya dengan kata-katamu, paling juga tiga bulan sudah paling lama,” sergah Rifle sambil menatap sinis Crimson.

 

“APA KAU BILANG??” Crimson berteriak kemudian mengeluarkan zeph card andalannya.

“Knight Blade of Ultima Serang Rifle dan kedua kartu strikernya!!!” teriak Crimson tiba-tiba.

 

Suara ledakan dari sound effect permainan Zeph Card terdengar begitu keras mengiringi gerakan dari image hologram dari character Knight Blade of Ultima yang menyerang para striker milik Rifle.

 

“HEH!! APA-APAAN ITU!!?? Berani-beraninya kau curang!! Ini masih giliranku!!”

Rifle marah besar saat sadar ternyata Turn Cardnya dilangkahi oleh Crimson.

 

“Salah sendiri… Itu akibatnya jika menantang Tuan Crimson yang gagah Berani ini, HAHAAHAA!!!!” Crimson menyombongkan dirinya dan membuat Rifle makin marah besar.

 

“GRRRRR!!!!!! UDAH, BUYAR!!!!! BUYAR!!!!!” Rifle langsung mengacak-acak Zeph card Crimson dan melemparkannya ke muka Crimson.

 

“Doh.. yang sudah kalah main kartu 20 kali, sombongnya,” sindir Crimson pada Rifle yang justru membuat Rifle marah besar hingga nampak terlihat aura-aura berwarna kuning dan oranye seperti meluap dan muncul dari tubuhnya sementara wajahnya jadi super jelek seperti wajah seekor monyet.

 

“Hey.. hey.. udah dong Rif… jangan emosi gitu!!” cegah Ray sambil mencoba menepuk pundak Rifle.

 

“HAHAHAHA terlambat Ray, dia sudah mencapai state Monyet Oranye dia,

“Cepat cari pisang sana biar si monyet ini nggak marah-marah lagi… HAHAHAHAHHAHA!!!!” Crimson tertawa puas begitu melihat ekspresi khas Rifle itu, sementara Ray sendiri cuma bisa menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum kecut.

 

 

Di sudut lain dari gakuen City Terrestria Academy, terlihat Ibu Reva dan Desy baru saja keluar dari gedung boutique besar dan berjalan menuruni tangga menuju mobil sedan yang diparkir Ibu Reva di depan boutique tersebut.

Mereka berdua masuk ke dalam mobil dan dengan segera pergi meninggalkan wilayah Boutique dan mengarahkan mobil kembali ke jalur Highway.

Dalam perjalanan Ibu Reva bertanya kepada Desy mengenai sang Kepala Sekolah Grade S,

“Jadi Tuan Rudolf itu pamanmu?”

 

“Benar Ibu Reva, Pakdhe Rudolf adalah adik dari suami Bulikku yang ada di Javaka,” jawab Desy.

 

“Oh ya, ngomong-ngomong soal akademi Javaka,”

“Karena di Akademi Javaka tidak ada jurusan Gun sorcery maka jika tidak salah kau belajar Gun Sorcery di bawah bimbingan master Erlin…. Ardhana Erlin, apa itu benar?” tanya Ibu Reva kepada Desy.

 

Mendengar nama Ibu Ardhana Erlin disebut oleh Ibu Reva, Desy sempat teringat dengan wajah masternya itu,

“Benar sekali Bu.. Ibu Ardhana Erlinlah yang membimbing saya dalam menguasai Gun Sorcery,” jawab Desy dengan antusias.

 

“Tidak kusangka, ternyata mastermu adalah temanku sendiri,” Ibu Reva terlihat tersenyum kecil sambil melirik kepada Desy.

 

“Jadi Ibu Erlin lulusan dari Akademi Terrestria? Tapi bagaimana Ibu Reva bisa kenal dengan Ibu Erlin?” Desy terlihat penasaran.

 

“Dia sebenarnya angkatan satu tingkat di atasku. Tapi kami bisa saling kenal karena kami tinggal di dormitory yang sama,”

“Dan asal kau tahu saja Desy, kamar dormitory yang akan kau tempati nanti, dulunya merupakan kamar yang pernah ditempati oleh Ibu Erlin,” jelas Ibu Reva.

 

“Wah.. beruntung sekali aku bisa mendapat kamar yang pernah ditempati oleh Master Erlin,”

Desy terlihat sangat senang saat mengetahui hal tersebut.

 

“Yeah, aku juga tidak menyangka bisa terjadi kebetulan sampai seperti ini. Padahal komputer hanya memilihkan kamar yang kosong secara random,”

“Lalu Desy, bagaimana keadaan Ibu Erlin di Akademi Javaka?”

“Semenjak kelulusannya lima tahun yang lalu, aku sudah tidak begitu sering mendengar kabar tentangnya,” Ibu Reva bertanya balik pada Desy.

 

“Sepertinya Ibu Erlin setelah lulus dari Akademi Terrestria langsung melamar ke Akademi Javaka, soalnya beliau sudah bekerja semenjak lima tahun yang lalu di Akademi Javaka,”

“Pada awalnya beliau menjadi instruktur pada jurusan assault sorcery, tapi setelah bekerja kurang lebih 4 tahun, sejak tahun lalu beliau sudah dipercaya menjadi wakil kepala sekolah,”

“Tentunya selama lima tahun itu pula saya belajar gun sorcery di bawah bimbingan Ibu Erlin dengan kurikulum khusus, karena pada dasarnya Gun sorcery memang bukan program pengajaran dari Akademi Javaka,” jelas Desy

 

“Hm.. begitu ya? Kelihatannya dia sangat menikmati pekerjaannya?” Ibu Reva Tersenyum saat mendengar penjelasan Desy.

 

Tiba-tiba dari radio mobil Ibu Reva ada panggilan masuk. Ibu Reva melihat asal sinyal tersebut yang ternyata berasal dari gedung Green Garden,

“Siapapun.. tolong.. jawab panggilanku..!!”.

 

“Di sini Ibu Reva… dengan siapa aku berbicara??” jawab Ibu Reva.

 

“Di sini.. Ma….na  Aquin…ette,” jawab suara dari radio itu.

 

“Manna? Gelombang radiomu tidak jelas dan berisik apa yang sebenarnya terjadi di Gedung Green Garden?” tanya Ibu Reva.

 

“Ada…. kacau… akar…. mulai… hancurk… bagian…. gree… gard……” suara dari radio itu terputus-putus.

 

“Aku tak bisa mendengarmu Manna.. tolong katakan sekali lagi,” Ibu  Reva semakin  penasaran.

 

“Mandraksh….” tiba-tiba suara panggilan radio itu terputus.

 

Ibu Reva mengernyitkan dahinya dan dalam hatinya timbul banyak pertanyaan,

“Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa tiba-tiba terjadi gangguan sinyal?”

“Hanya sesuatu atau seseorang berkekuatan magis tingkat tinggi yang mampu merusak jaringan komunikasi khusus milik Akademi ini,”

“Hmph…. kenapa alarm keamanan sama sekali tidak bereaksi?”.

 

“Ibu Reva, ada apa sebenarnya? Sepertinya panggilan radio tadi sangat gawat,” tanya Desy yang terlihat penasaran setelah turut mendengar suara panggilan radio tersebut.

 

“Memang benar Desy, sebab hal seperti ini jarang sekali terjadi di Akademi,

“Seseorang atau sesuatu dengan tingkat kekuatan magis yang tinggi telah berhasil menyusup ke gakuen city ini dan membuat kekacauan yang bahkan kehadiran pengacau ini mampu membuat alarm anti penyusup milik Terrestria Squad sama sekali tidak bereaksi,”

“Jika ini dibiarkan maka bisa saja keselamatan para penduduk di Gakuen City Akademi ini dalam bahaya besar,” jelas Ibu Reva.

 

“Jadi apa yang harus kita lakukan bu?” tanya Desy kepada Ibu Reva.

 

“Kita langsung pergi ke Green Garden dan sebisa mungkin menolong orang-orang di sana untuk evakuasi dan jika terpaksa mungkin nantinya kita sendirilah yang harus bertarung melawan pengacau itu,” jawab Ibu Reva.

 

Ibu Reva kemudian memanggil seseorang menggunakan radio mobilnya. Setelah menentukan frekuensi, akhirnya image hologram dari seseorang muncul di hadapan Ibu Reva.

“Ibu Reva? Ada Apa?” tanya seseorang yang ada dalam bentuk hologram itu.

 

“Kanna, cepat beritahu komandan, ada gangguan keamanan di area Green Garden. Kemungkinan tingkat level bahayanya adalah level 4,” terang Ibu Reva.

 

“Level 4? Tapi kenapa alarm dan sistem peringatan kami sama sekali tidak bereaksi?” Kanna terlihat sangat kebingungan.

 

“Aku juga tidak tahu akan hal itu Kanna, aku mendapatkan informasi dari Manna namun sayangnya aku tidak mendapat keterangan yang lebih detil karena gangguan jalur komunikasi,” jawab Ibu Reva kepada Kanna.

 

“Baiklah, kalau begitu, akan segera saya laporkan situasinya kepada komandan agar beliau segera membantu anda mengatasi kekacauan yang ada di Green Garden,” jawab Kanna.

 

“Terima kasih Kanna,” sahut Ibu Reva menutup pembicaraannya dengan Kanna.

 

Hubungan hologram itu berakhir dan Ibu Reva menonaktifkan sistem radio mobilnya.

Ibu Reva kemudian menoleh ke arah Desy sambil berkata,

” Persiapkan peralatan tempurmu Desy, sebentar lagi kita akan sampai ke Green Garden dan menolong Manna yang sedang bertempur di sana,”.

 

“Baik Bu!!” jawab Desy dengan tegas.

 

Ibu Reva kemudian memacu mobilnya melewati jalur-jalur highway dan akhirnya mereka berhasil tiba di Kawasan Gedung Green Garden.

 

Mobil Ibu Reva masuk ke halaman depan kawasan gedung berwarna merah marun setinggi 30 meter itu dan berhenti tepat di depan gedung. Gedung itu berbentuk mirip seperti sebuah kumpulan kuncup bunga tulip. Bentuk bangunan mirip kuncup bunga tulip itu sendiri berjajar-jajar dan saling terhubung satu sama lain dimana pada gedung itu terdapat empat kuncup tulip berukuran sedang yang mengelilingi satu gedung berbentuk kuncup tulip raksasa yang berada tepat di tengahnya.

 

Ibu Reva dan Desy keluar dari mobil. Mereka berdua kemudian bergegas menaiki tangga menuju pintu depan gedung Green Garden.

 

Saat memasuki gedung tersebut, Desy merasa takjub dan memutuskan untuk menghentikan langkahnya sebentar hanya untuk melihat rancang bangun interior yang ada pada green house tersebut. Pilar-pilarnya melengkuk mengikuti bentuk eksterior gedung, sementara itu banyak sekali tanam-tanaman yang ditata sedemikian rupa sehingga seakan-akan hampir di setiap sudut ruangan dipenuhi oleh dinding yang terbuat dari jalinan tanaman. Belum lagi saluran air yang saling bersaling silang melintasi ruangan mengikuti pola dan alur dari pavement batu putih yang ada di gedung itu.

“Benar-benar gedung yang megah dan indah!!” Desy terus memperhatikan sambil mengagumi pola Interior dari gedung itu tanpa menyadari kalau Ibu Reva sudah berlari meninggalkannya.

Desy terkejut saat merasakan tiba-tiba saja jantungnya berdetak aneh dan entah kenapa Desy jadi merasa sangat gelisah pada saat itu juga.

“Aaa… perasaan apa ini….??” pikir Desy.

 

Tubuh Desy gemetaran dan menggigil seakan-akan ada sebuah angin dingin yang datang dan melewati tubuhnya.

 

Sedetik kemudian, perasaan gelisah dan ngeri yang dia rasakan menghilang begitu saja.

Desy hanya bisa menoleh ke belakang seakan-akan dia baru saja berpas-pasan dengan sesuatu.

 

“Apa yang terjadi sebenarnya?? Kenapa tadi aku merasa sangat gelisah dan seperti sedang berpas-pasan dengan seseorang?” Desy menatap kosong ke arah pintu masuk yang telah dia lewati.

 

“Desy?? Kenapa kau masih di situ?? Ayo Cepat!!” panggil Ibu Reva dari kejauhan. Saat itu terlihat Ibu Reva hendak memasuki sebuah koridor raksasa penghubung dengan gedung berikutnya yang ada di lantai selanjutnya dari gedung Green Garden itu.

 

Desy menghela nafasnya dan mengeleng-gelengkan kepalanya dan berbisik, “Semoga itu tadi cuma perasaanku saja,”.

Desy kemudian berlari menyusul Ibu Reva yang kini sudah mulai masuk ke koridor raksasa tersebut.

Categories: Main Mission | Tag: , , , , , , , | 4 Komentar

Navigasi pos

4 thoughts on “Episode 01: Gadis dari Akademi Javaka (PART 04)

  1. coba perhatikan dalam pergantian paragraf.. kamu bagus memisahkan hingga banyak paragraf.. tetapi jadi terkesan membingungkan bila kisahnya berganti tempat atau scene.

    juga lebih pantas kl cerita ini ke 1st person daripada 3rd person

    • Thanks buat sarannya. kira-kira untuk membuat pembaca tidak bingung saat mengetahui ada pergantian scene, harus menggunakan penanda/kalimat apa.. karena menurut ku dengan membuat garis pemisah antar paragraf sudah cukup untuk menunjukkan adanya pergantian scene maupun tempat

  2. sebenarnya bukan penanda.. dalam menulis kalimat di atas, kamu menulis banyak enter jadi terlihat tulisannya renggang dan berjauhan.. contoh:
    ….Gedung Green Garden.

    Mobil Ibu Reva masuk ke halaman depan gedung berwarna….

    krn antar paragraf sudah renggang, sebenarnya akan lebih bagus kamu tidak usah kasi enter hingga 2x.. lalu kalimat yg masih dalam 1 scene disambung.

    karena kamu memakai pandangan orang ke tiga, jadi kamu harus lebih detail lagi dalam menulis. sebenarnya tulisan yg benar dan bagiku layak adalah
    “Benar sekali Bu.. Ibu Ardhana Erlin lah yang membimbing saya dalam menguasai Gun Sorcery.” Jawab Desy dengan antusias.

    sebenarnya lebih bagus kalau dijelaskan Desy lagi ngapain, misal lagi memandang seolah-olah Ibu Ardhana ada didekatnya dan membuat dia teringat akan dirinya.

    kesulitan kl pake pandangan 3rd person adalah kita seolah harus membuat pembaca merasakan apa yg dirasakan oleh karakter.
    Desy terkejut saat merasakan tiba-tiba saja jantungnya berdetak aneh dan entah kenapa Desy jadi merasa sangat gelisah pada saat itu juga.
    dengan menulis seperti itu, kita jadi seolah pindah jalur/pandangan ke 1st person. sebenarnya seh ngak masalah tetapi pastikan pola perubahannya teratur. Karena ini emang masalah gayamu khan.. Tetapi jangan sampai ada polanya jadi kacau.

    akhir kata.. cobalah ketik di word dan jangan beri jarak jauh dahulu.. berikan jarak sedikit (1 enter).. copy disini lalu baru atur jaraknya agar sesuai. Oh iya, tidak semua tahu kalau ada percakapan misal Desy ngomong 2x lho.. contoh:

    “Benar sekali sayang, Aku Crimson Fire Eye..”
    “Resminya sih aku7 sering dipanggil Crimson oleh orang-orang.. akan tetapi aku juga punya nama lain juga.”

    dimana kata2 ini diucapkan 1 orang khan? memang kalau orang yg sering baca akan tahu ini dikatakan oleh satu orang.. tetapi karena kamu memberi enter, seolah kata kedua di ucapkan oleh orang lain. Apalagi kalau ada 3 orang berbicara? bisa bingung mana yang berbicara.

    • I see… awalnya aku sudah menulis di word dulu lho.. tapi tampaknya setelah masuk blog harus ada pengaturan ulang lagi agar tampilan kalimat per kalimatnya bisa gak terlalu renggang dan berjauhan.

      masalah penulisan dialog.. akan aku pikirkan lagi, sejauh ini cara penulisan yg seperti ini masih cukup baik bagiku.. thanks buat sarannya 😀

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.